MEDAN ,conexnews.id – Kasus gagal bayar Yayasan Sari Asih Nusantara (YSAN) memasuki babak baru. Rusmani Manurung selaku pimpinan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Deliserdang.
Hal itu terkuak dari pengakuan langsung di ruang sidang Cakra 1 Pengadilan Negeri Medan pada agenda Rapat Kreditur dalam Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Kamis (2/9/2021) siang. Nasib 50 ribu lebih nasabah pun semakin terancam tak bisa dibayarkan.
Menurut Jonson David Sibarani SH, selaku Kuasa Hukum dari ratusan nasabah yayasan tersebut, dengan ditetapkannya Rusmani Manurung sebagai tersangka di Polresta Deliserdang, maka besar kemungkinan bukan cuma asset lembaga itu saja yang akan disita oleh penyidik, tetapi juga bisa sampai ke harta pribadi para pengurusnya.
Kenapa kami berfikir penyitaan bukan hanya sebatas aset yayasan? Karena nilai kerugian nasabah secara global sangat banyak. Memang kabarnya yang melapor di Polres Deliserdang itu ada sekitar seratusan orang. Tapi kan penyidik bisa mengembangkan prosesnya, karena bukan rahasia lagi korban dari Yayasan Sari Asih Nusantara itu tersebar di Sumatera Utara ini yang mencapai hampir 40 ribu orang banyaknya, dengan kerugian massal lebih dari Rp.100 miliar,” kata pengacara dari Kantor Hukum Metro itu.
Dengan nilai kerugian massal yang begitu besar tersebut, katanya, tentu kurang bisa diterima akal jika Polresta Deliserdang hanya melakukan penyitaan terhadap aset yang ada di Lubuk Pakam saja. Sebab nilai tanah dan bangunan kantor yayasan yang sudah disegel polisi itu, ditaksir hanya Rp.350 juta.
“Nah, sekarang kita masuk ke proses PKPU. Pada Rapat Kreditur di Ruang Cakra 1 Pengadilan Negeri Medan kemarin, Kurator selaku Tim Pengurus dalam perkara PKPU telah mengumumkan ada 19 unit tanah dan bangunan ditambah 1 unit mobil Toyota Rush yang menjadi aset yayasan, yang totalnya hanya senilai Rp.10.711.000.000,” terang alumni Fakultas Hukum HKBP Nommensen Medan itu.
Kemudian, lanjutnya, total tagihan yang harus di bayarkan kepada seluruh nasabah senilai Rp.174 miliar lebih, atau setidaknya Rp.103 miliar lebih sesuai status yang diakui oleh yayasan. Sedangkan aset yang ada dan tercatat pada lembaga ini hanya Rp.10.711.000.000.
“Coba bayangkan, uang yang harus dipulangkan kepada seluruh nasabah mencapai Rp.174 miliar. Okelah kita sebatas yang diakui, yakni Rp.103 miliar. Apakah aset yayasan yang Rp.10 miliar lebih itu bisa menutupinya? Lalu Yayasan mengajukan proposal perdamaian yang menurut saya itu semua hanya sebatas retorika saja. Masak mau dicicil 5 tahun mulai tahun 2022 ? itu pun hanya 5% saja di tahun pertama, lalu 10% tahun 2023, 15% tahun 2024, 30% tahun 2025 dan 40% tahun 2026. Lah, rata-rata simpanan nasabah itu paling di kisaran Rp3 juta. Berarti dibayar hanya Rp.150 ribu saja di tahun 2022. Ini sudah kacau,” bebernya.
Karena hal yang tidak masuk akal itulah sehingga Jonson bersama rekan-rekan kuasa hukum para nasabah dalam sidang terbuka untuk unum dalam perkara PKPU itu, mendesak agar Rusmani Manurung mau melakukan perubahan atas proposal perdamaian tersebut sehingga dapat diterima nalar. Namun ternyata dengan keukeuh mantan Anggota DPRD Deliserdang dua periode itu menyatakan tidak akan mengubahnya lagi.
“Karena dia mengajukan perdamaian yang tidak masuk akal, makanya kita memberi masukan kepadanya. Agar aset pribadi mereka para pengurus yayasan dapat disertakan sehingga bisa masuk dalam penetapan hakim nantinya, dan dijadikan sebagai jaminan pembayaran utang tersebut. Tapi dia menolak. Dia katakan biar diproses sesuai aturan saja. Artinya dia baru merelakan aset pribadi itu jika sudah pailit saja. Jadi menurut kami perdamaian yang diajukan itu tidak masuk akal. Dan mayoritas nasabah juga menolak itu,” sebutnya.
Atas kondisi ini, menurutnya, sebaiknya Yayasan Sari Asih Nusantara dipailitkan saja. Pendapatnya itu juga didasari adanya perkara pidana yang sudah menetapkan Rusmani Manurung Cs sebagai tersangka di Polresta Deliserdang.
“Kalau lah misalnya memang bisa berdamai di PKPU, persoalan baru pasti akan muncul lagi. Dikhawatirkan polisi keburu menyita seluruh aset, termasuk ke harta pribadi para pengurus. Kalau sudah disita penyidik, maka apa lagi arti perdamaian di PKPU ini? Tidak ada lagi menurut saya. Makanya sebaiknya pailitkan saja agar Tim Pengurus PKPU, yakni kurator dapat masuk ke harta pribadi mereka ini sampai menyeluruh. Dengan begitu, polisi tidak sempat masuk menyita harta pribadi Rusmani Cs, agar bisa hak-hak nasabah itu dikembalikan, walau pun mungkin tidak bisa penuh,” katanya.
Parahnya lagi, tambah dia, bila pun perdamaian terjadi, bagaimana nanti Rusmani Manurung Cs dapat membayarkan tagihan-tagihan nasabah seperti yang dijanjikannya? Sebab status tersangka yang sudah melekat pada diri mereka, lambat laun sangat memungkinkan membawa mereka mendekam di balik jeruji besi. “Kalau sudah dipenjara, bagaimana mereka bisa membayar hutang-hutang itu? Bisa sia-sia semua kan? Itu yang kita khawatirkan,” pungkasnya.(rls)