Bima conexnews-𝐖𝐀𝐃𝐔 𝐏𝐀’𝐀 𝐀𝐓𝐀𝐔 𝐁𝐀𝐓𝐔 𝐁𝐄𝐑𝐏𝐀𝐇𝐀𝐓 adalah situs peninggalan agama Hindu di kampung Sowa, Bima, Nusa Tenggara Barat. Kampung Sowa berada dekat tebing di barat laut Teluk Bima yang menghadap ke lautan lepas. Di tebing ini orang dapat menemukan sederet relief dan arca yang diyakini adalah bagian dari pertapaan leluhur orang Bima. Beberapa relief dan arca masih dapat dikenali, seperti Ganesha, lambang kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan. Ada juga sosok Siwa dalam posisi berdiri, persis seperti candi-candi di Jawa. Namun sebagian arca lain telah rusak, terpenggal kepalanya atau raib badannya.
Di tempat ini juga terdapat tiga dudukan arca yang dipahat ke dalam tebing seperti ceruk. Ketiga arcanya sendiri telah hilang. Di ceruk itu pula terdapat untaian kata berbahasa Sansekerta yang terukir indah. Sementara di dinding lain terukir semacam bangunan dengan atap bersusun banyak. Arkeolog menduga bahwa susunan relief di tebing ini merupakan bagian dari tempat suci berabad silam, jauh sebelum Islam masuk ke Bima. Jika dilihat dari gaya pahatannya, bisa dibilang Wadi Pa’a terukir pada masa Majapahit bahkan mungkin sebelumnya.
Adanya ukiran lingga yoni dan orang duduk bersila seperti Buddha ikut memunculkan dugaan bahwa tempat ini dulunya digunakan oleh penganut Hindu-Siwa dan Buddha. Seperti kita tahu, kedua penganut agama ini hidup damai berdampingan sejak zaman kuno sampai pada era Majapahit. Pada masa itu plurarisme adalah keteladanan, di mana Buddha yang merupakan agama minoritas, diberikan kesempatan untuk beribadah dengan tenang. Plurarisme perlahan menghilang pada abad ke-16 setelah sebagian besar penduduk Nusantara beralih memeluk Islam.
(Foto: Direktorat Perlindungan Kebudayaan)